27 May 2008

Riyama & Keluarganya

Read More...

Bengkak-bengkak di Kaki Riyama dari Jember

Read More...

Suami Riyama Tidak Terima atas Masalah yang Menimpa Istrinya!

Setelah sampai di rumah, Ssenin, 22 April 2008, Riyama tidak langsung masuk ke rumahnya. Ia masih bertanya kepada para tetangganya: ”Mana alamat rumah saya? Kamu siapa?” Padahal sebelumnya Riyama telah tahu dan mengenal yang diajaknya bicara. Rupanya ia sudah mengalami gangguan daya ingat. Persisnya ia tidak bisa lagi mengingat dengan sempurna siapa saja tetangganya yang pernah ia kenal.

Dan seringkali ia menangis dan memurungkan diri. Rupanya ia mangalami ketakutan serius dan tidak jarang ia mengatakan: “Taku..t-taku..t.. Saya takut dibunuh majikan!!! Jangan bilang siapa-siapa! Nanti saya dibunuh!”


Semula pihak keluarga tak mengetahui keadaan Riyama. Tetapi setelah mendapatkan pendampingan dasar selama beberapa hari dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) cabang Jember, persoalan ini mulai ia ceritakan sejak awal hingga kepulangannya.

Menurut Riyama, awalnya ia direkrut oleh “Aminah”, warga Sumberejo, kecamatan Ambulu, Jember, dan dioper-alihkan kepada “Sri” yang beralamat di desa Tanggul, kabupaten Jember. Kemudian ia dikirim ke PT Alfindo Masbuana yang beralamat jalan Cipinang Kebembem II no. 1, Pisangan Timur, Jakarta Timur. Selama 40 puluh hari ia tinggal di penampungan perusahaan itu yang beralamat di jalan Condet Raya 12 A, Jakarta Timur, karena menunggu visa.

Riyama ditempatkan kepada majikan yang bernama Azah Ugail Ali Kadasah. Dan ternyata ia tidak hanya dipekerjakan pada satu rumah majikan saja akan tetapi ia juga dipekerjakan kepada majikan lain yang masih ada hubungan keluarga dengan majikan yang pertama yakni bernama Mohammad Said Kadasah. Semuanya beralamat di Jeddah, Arab Saudi. Dan di sinilah dari awal sampai akhir kekerasan menimpa Riyama.

Atas kasus ini suami Riyama merasa tidak terima atas persoalan yang dialami oleh istrinya. ”Karena istri saya dberangkatkan dengan keadaan yang tidak ada masalah, badannya tidak ada luka dan pikirannya tidak ada gangguan. Maka saya meminta kepada yang memberangkatkan supaya bertanggung jawab.”

Didampingi SBMI, suami Riyama mengadukan kasus ini kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) kabupaten Jember. Namun, lama sekali pihak keluarga dan SBMI tidak ditemui oleh pihak Disnakertrans bahkan melalui stafnya Kepala Disnakertrans Jember menyatakan enggan untuk menemui mereka. Setelah sekian lama menunggu di ruang lobby, baru dipersilahkan untuk masuk.

Selama bertemu dengan pihak Disnakertrans Jember, suami Riayama mengadukan kasus yang dialami istrinya dan meminta kepada dinas supaya perusahaan tenaga kerja yang menempatkan bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami istrinya. Ia berharap pemerintah bisa membantu untuk biaya pengobatan kesehatan maupun mental Riyama.
Sementara kepala Disnakertrans Jember M. Tamrin justru menyalahkan pihak keluarga Riyama dan mempertanyakan: ”Mengapa saat mau berangkat kok tidak meminta ijin ke sini baru setelah ada masalah datang ke sini? Saya hanya bisa menyurati PT-nya dan tidak bisa membantu lebih dari itu.”

Senada dengan pihak keluarga Riyama, Moch. Cholily dari pihak SBMI menyayangkan pernyataan dan sikap kepala Disnakertrans Jember yang justru menyalahkan pihak korban. Mestinya perlindungan itu diberikan kepada pihak yang lemah yakni korban dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan hal tersebut, tambahnya.

Oleh karena itu SBMI, lanjutnya, akan terus mendesakkan lagi kepada pemerintah terutama pemerintah kabupaten Jember supaya memberikan layanan secara gratis baik secara medis maupun psykologis. Dan organisasi ini juga akan mendesak pemerintah baik kabupaten, propinsi maupun pemerintah pusat supaya segera melakukan langkah-langkah serius untuk mendesakkan kepada pihak PT Alfindo Mas Buana agar bertanggung jawab sesuai dengan aturan yang berlaku.(0329)

Read More...

24 May 2008

Keterlaluan, Selain Tangannya Dijepit hingga Patah, Telinganya Juga Digigit hingga Putus!

Sampai kapan penyiksaan dan kekerasan bagi buruh migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia ini akan berakhir? Pertanyaan ini selalu muncul pada banyak kalangan yang punya kepedulian terhadap anti-perbudakan manusia. Sebab, belum lagi redup satu berita kekerasan, sudah muncul pengaduan kasus baru yang tak kalah mengenaskan.

Belum tuntas semua penanganan terhadap 16 kasus selama catur wulan pertama 2008 yang dilakukan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) cabang Jember, kini muncul kasus baru yang dialami oleh Riyama, 30 tahun, ibu dari seorang anak yang masih kelas 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dengan alamat dusun Curah Rejo, desa Sumberejo, kecamatan Ambulu, kabupaten Jember, Jawa Timur.

Riyama mengalami cacat fisik secara permanen. Jari manis tangan kiri patah, bibir menjadi sumbing, mata mengalami kebutaan, kaki penuh dengan bekas luka dan hampir sekujur tubuh terdapat bekas sayatan. Yang lebih tragis lagi adalah daun telinganya tidak lagi sempurna.

Ini semua adalah akibat dari penyiksaan yang dilakukan oleh majikannya selama delapan tahun. Hampir setiap hari ia mendapatkan kekerasan fisik berupa tendangan, tinjuan, bahkan telinganya digigit dan tangannya dijepit hingga patah. Di samping tidak pernah diberi kesempatan untuk ke luar rumah, ia dipekerjakan kepada dua majikan mulai jam empat pagi hingga satu dini hari. Makian, umpatan bahkan dipanggil dengan nama hewan (anjing dan babi) menjadi deraan batin tiap harinya. Meskipun ia sering meminta kepada majikannya untuk segera dipulangkan namun sama sekali tidak diperbolehkan dengan alasan harus menunggu hingga ada yang menggantikannya.

Gaji pun tidak pernah didapatkan Riyama setiap bulannya. Dan sungguh aneh setiap barang atau perabot rumah tangga yang rusak dihitung hutang yang harus dibayar, padahal barang-barang itu memang sudah tua dan bukan rusak disebabkan oleh Riyama, sengaja atau tidak.

Ia baru dilepas pulang setelah kondisi fisiknya sudah sangat lemah alias tidak bisa bekerja lagi. Dan sesungguhnya Riyama sendiri memaksa majikannya agar dirinya segera dipulangkan.

Menjelang dipulangkan, majikan Riyama baru memberikan gaji selama delapan tahun hanya dengan sejumlah 13.000 real (~Rp32,2juta), padahal semestinya Riyama harus dibayar 57.600 real (~Rp142,8juta). Atas pemberian dengan catutan ini Riyama disuruh menandatangani kuitansi pembayaran lunas. (0329)

Read More...

06 April 2008

Teater Buruh Migran: Isak Tangis Keluarga dan Sanak Saudara

Memperdengarkan pembacaan puisi-puisi para mantan dan keluarga buruh migran asal Jember, parodi anak-anak para buruh migran dan teater tentang cerita buruh migran mampu menarik perhatian dan simpati warga masyarakat yang hadir dalam peringatan hak-hak asasi manusia, Desember lalu.

Alunan musik tanpa lagu mengiringi pembacaan puisi para mantan buruh migran. Kemudian dilanjutkan dengan parodi anak-anak yang sesekali membuat terkesima dan gelak-tawa para penonton karena lucu. Tawa, sorak ceria dan tepuk tangan para hadirin meramaikan suasana lapangan Ambulu, Jember.

Namun, suasana berubah menjadi hening ketika parodi usai dan mulai tampil teater persembahan mahasiswa-mahasiswi STAIN Jember dan Teater Genta Surabaya.

Dibantu oleh alat musik ”Arabian” dan alat musik tradisional serta narasi-narasi yang mengiringi olah tubuh para pemain teater yang total dan lebur diri dalam memerankan tokoh-tokoh dalam cerita, pementasan teater itu membuat para penonton mulai meneteskan air mata.


Pukulan, tendangan dan siksaan bahkan perkosaan dan pelecehan seksual lainnya dihadirkan (lagi) dalam cerita ini. Suasana menjadi terpusat mengikuti irama dan adegan demi adegan para pemain. Tak satu pun di antara para hadirin melewatkan penghadiran ceritera yang mencekam ini.

Terlihat dari para hadirin mengusap tetesan air mata. Bukan hanya para mantan buruh migran yang menangis, tetapi anak-anak yang orang tuanya sedang berada di luar negeri juga ikut menangis. Mereka mengatakan, khawatir ibu mereka mangalami nasib seperti dalam cerita teater ini.

Acara berakhir dengan penuh kesan dan inspirasi yang sangat mendalam. Tak satu pun manusia di muka bumi ini termasuk para buruh migran asal Indonesia yang boleh diperlakukan dengan cara sewenang-wenang sebagaimana dikisahkan dalam ceritera itu. Itulah pesan mendalam dari certia. (8183)

Read More...

Rame-Rame Peringati Hari HAM Se-Dunia

Peringatan Hari HAM se-dunia tidak hanya melulu dihadiri oleh anggota SBMI cabang Jember akan tetapi hadir dalam acara tersebut; Muhammad Nour (ILO Jawa Timur), Moch. Cholily (SBMI DPW Jawa Timur), Miftah Farid (SBMI Pusat), Franky Sahilatua (Duta BMI), Komisi IX DPR RI, Disnakertrans Kabupaten Jember, Imigrasi Jember, siswa-siswi di Jember, akademisi, Budayawan dan aktivis, tokoh masyarakat dan partisipan lainnya. Mereka rame-rame memperingati hari HAM Internasional yang jatuh pada tanggal 18 Desember.

Dalam sesi orasi, mereka diberi kesempatan dan kebebasan untuk menyampaikan uneg-uneg, aspirasi, dan harapan-harapannya.

Titik Sunjani mantan BMI Arab Saudi yang mengalami kekerasan dan pelecehan menyampaikan, “Segera bebaskan teman-teman yang saat ini masih disekap dan dianiaya diArab Saudi. Pemerintah harus menindak tegas para pelaku pengirim BMI yang tidak bertanggung jawab!”

Menurut Titik, masih banyak buruh migran Indonesia yang saat ini mengalami perlakuan tidak manusiawi di Arab Saudi dan butuh tindakan penjemputan paksa oleh pemerintah.

“Jika pemerintah tidak melakukan maka tidak sedikit di antara mereka yang akan mati sia-sia karena disiksa.”

Perwakilan Internasional Labour Organization Jawa Timur, Mohammad Nour, menyatakan: “Pada prinsipnya ILO mendukung pemenuhan dan perlindungan hak-hak buruh migran yang selama ini banyak mengalami pelanggaran.

Senada dengan yang disampaikan perwakilan ILO, ketua SBMI pusat Miftah Farid menyatakan SBMI akan selalu mengingatkan pemerintah terutama pemerintah pusat untuk lebih meningkatkan perlindungan untuk para buruh migran daripada hanya membicarakan tentang peningkatan devisa dan pengiriman calon buruh migran ke luar negeri.

Sedangkan Ketua SBMI DPW Jawa Timur, Moch. Cholily, menegaskan bahwa Perda No 2/2004 tentang Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri harus segera dicabut karena cacat hukum.

Menurut Cholily, Perda ini harus gugur demi hukum karena pengesahan dan pemberlakuan Perda ini sebelum UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) disahkan. Cholily memberikan dua alasan. Pertama, banyak pasal dalam Perda ini bertentangan dengan beberapa undang-undang yang berlaku di negara ini. Kedua, Perda ini memberlakukan kebijakan yang melegalkan praktek percaloan.

Franky Sahilatua selaku Duta Buruh Migran menyatakan, “Saya dengar dari para korban, Pemerintah terutama kepala Disnakertrans kabupaten Jember tidak peduli kepada para TKI asal Jember yang mengalami masalah. Disnakertrans juga tidak menjalankan sosialisasi migrasi aman yang menjadi hak bagi calon TKI. Tapi justru lebih banyak bekerjasama dengan para pelaku.”

Ia menambahkan, semestinya bupati Jember tanggap dengan kondisi ini dan segera memecat kepala Disnakertrans kabupaten Jember apalagi ia juga menolak adanya Perda Perlindungan BMI/TKI asal Jember.

Semangat berkobar juga datang dari para hadirin. Dalam pertemuan itu seesekali mereka meneriakkan harapan mereka: “Hidup Buruh Migran! Tangkap Para Pelaku Penjual Orang! Pecat Aparat Pemerintah yang Keparat!” (8183)

Read More...

Warga Kampung Rawa Baung Pronojiwo Lumajang Dibuat Tidak Berdaya oleh Macam-macam Trik Para Calo PJTKI

Kami tidak tahu
bahwa uang yang saya bayarkan akan dibawa kabur;
Kami tidak tahu
bahwa ternyata kami diselundupkan ke Malaysia;
Kami tahu
bahwa yang ia ucapkan merupakan iming-iming dan bujuk rayu supaya kami mau ikut dia,
tapi kami tidak berdaya menolaknya karena dia tetangga; dan
Kami tahu
bahwa ia telah membuat sengsara kami,
tapi kami tidak tahu harus berbuat apa.


Itulah celetukan ungkapan sebagian peserta pelatihan tentang migrasi aman, yang disampaikan kepada Moch. Cholily Ketua SBMI DPW Jawa Timur saat memandu pelatihan.

Maklum, hal itu terungkap karena para peserta adalah calon-calon burum migran yang gagal, mantan dan keluarga buruh migran, serta pemerhati dan tokoh masyrakat. Banyak di antara mereka mengungkapkan masalah-masalah yang mereka hadapi saat menjadi buruh migran. Ada juga yang menyampaikan persoalan yang dihadapi oleh saudara, keluarga maupun tetangganya.

Permasalahan ini diungkapkan untuk berbagi cerita tentang resiko-resiko yang dihadapi saat migrasi. Ada sebuah harapan dengan berbagi cerita (sharing) ini, yakni jalan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi maupun untuk menjadi bahan antisipasi supaya tidak mengalami nasib yang serupa.

Masih menurut cerita para peserta, biasanya yang pergi ke luar negeri adalah mereka yang memang kondisi ekonomi sulit, pekerjaan di kampung halaman sulit didapatkan, hasil pertanian tidak cukup untuk menupang kebutuhan hidup, tidak sekolah, kawin muda maupun karena ada masalah keluarga.

Sesuai dengan yang pengalaman yang didapatkan oleh tim Migrant Voices saat memasuki wilayah ini, jalan menuju kampung Rawa Baung harus melewati jembatan Besuk Bang dari pegunungan Semeru dengan lebar hanya kurang lebih satu meter dan panjang sekitar 200 meter. Jembatan ini merupakan jempatan terpanjang di provinsi Jawa Timur. Akses jalan menuju kampung ini, tidak bisa dilewati oleh kendaraan roda empat kecuali hanya dengan sepeda motor atau jalan kaki. Kondisi inilah yang juga menjadi penyebab keterbelakangan penduduk dari segi pendidikan dan informasi maupun akses publik lainnya.

Dan karena situasi dan kondisi masyarakat yang seperti itulah, mereka menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan termasuk sindikat perdagangan orang untuk membidik para korbannya dari sana.

Dengan terselenggara pelatihan ini, masyarakat Rawa Baung merasa sangat senang. Karena dengan beginilah kami bisa menjaga diri. Dengan acara begini kami merasa diingatkan untuk turut perhatian dan peduli kepada saudara atau tetangga yang kebetulan menjadi buruh migran. (0329)

Read More...

LAPORAN
MEDIA MASSA!