25 May 2007

Jalan Terang

Ceritera pendek oleh Dian
Bu guru juga bilang kalau sampai bulan depan belum bayar, Nur tidak boleh mengikuti ujian.


Kegelapan mulai menyelubungi bumi. Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam. Udara terasa dingin di luar. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Aku berdiri di depan pintu rumahku, menatap jauh ke ujung jalan. Harap-harap cemas melanda hatiku selama menanti ibuku pulang, aku ingin sekali mendengar berita yang dibawa ibuku nanti. Oh! Mengapa ibu belum muncul juga.

Setelah aku merasa jemu, kulihat Menur duduk di kursi rotan di sudut ruangan, cahaya lampu neon menimpa tubuhnya yang kurus kering.

“Nur! Semoga saja ibu nanti dapat pinjaman uang dari Pak Khasim, supaya kamu bisa melunasi tunggakan di sekolah.”

“Iya kak, Nur juga malu setiap hari diledekin teman-teman karena belum bayar SPP. Bu guru juga bilang kalau sampai bulan depan belum bayar, Nur tidak boleh mengikuti ujian.”

Terdengar langkah gontai memasuki ruang tamu, kulihat wajah ibu yang tertunduk lesu dengan pandangan kosong, kudekati ibuku dan bertanya, “Apa ibu sudah mendapat pinjaman dari pak Kasim?”



“Ibu belum mendapatkan pinjaman dari pak Kasim nduk..!!”

Kulihat Menur, menghela nafas, sambil berjalan menuju kamarnya. Sesaat kemudian suasana hening. Kami hanyut dalam fikiran masing-masing.

“Nduukk...!!”

Suara Ibu kembali memecah keheningan.

“Bagaimana kalau kamu terima saja tawaran Pak Sigit untuk bekerja jadi TKW..?”

Kutatap wajah Ibu yang memelas. Rasanya tidak tega aku menolak tawaran ibu. Meskipun sebenarnya aku enggan meninggalkan keluarga dan desaku. Namun apa daya, sejak meninggalnya ayah setahun yang lalu, perekonomian keluargaku sangat memprihatinkan.

Sehari-hari aku membantu ibuku berjualan sayur di pasar, yang penghasilannya tidak seberapa. Hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Belum lagi biaya sekolah Menur adikku. Meskipun kehidupan kami serba kekurangan, namun aku tidak ingin Menur putus sekolah.

“Bagaimana Mar..? Apa kamu setuju dengan usulan ibu ..?”

Pertanyaan Ibu membuyarkan lamunanku.

Kuhela nafas panjang, dan kujawab pelan,”Baik Bu.. Kalau itu memang terbaik buat keluarga kita, besok aku akan menemui pak Sigit!”

‘Maafkan Ibu, nak. Ibu sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ibu terpaksa menyuruhmu bekerja karena tanggungan kita semakin banyak..!”

Aku tersenyum menatap ibuku.

“Tidak apa-apa Bu .. Itu sudah menjadi kewajiban Warsih sebagai seorang anak!”

“Terimakasih nduk .. Kamu memang anak yang berbakti.”

Ibu menangis sambil memelukku.

“Sudahlah Bu .. Ini sudah malam sebaiknya Ibu tidur saja. Besok Ibu masih harus berjualan di pasar ..”

Kutuntun Ibuku menuju kamar. Kulihat Menur sudah tertidur pulas sambil memeluk guling usangnya.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 12 malam, namum aku tidak bisa memejamkan mata. Aku larut dalam lamunanku. Masih terngiang perkataan pak Sigit dua hari yang lalu, saat dia menawariku bekerja sebagai TKW di luar negeri dengan gaji yang cukup besar.

Memang banyak teman sepermainanku sudah terlebih dahulu menjadi TKW. Tidak jarang mereka pulang membawa uang banyak sehingga bisa mencukupi kebutuhan keluarga mereka.
Tekadku semakin bulat. Aku ingin seperti mereka, bisa membahagiakan ibuku dan juga menyekolahkan Menur adikku. Kantuk mulai menyerang mataku. Sedetik kemudian aku terlelap dalam tidur, terbuai mimpi indah tentang masa depanku.

***

Pagi itu, seperti biasa kulihat ibu menata sayuran di dalam karung, hari ini ia pergi berjualan sendiri, karena aku harus menemui pak Sigit untuk menanyakan tentang tawaran kerja sebagai TKW. Kulihat Menur masih tertidur. Hari ini ia tidak pergi ke sekolah karena hari Minggu.

Aku bergegas ke belakang untuk membersihkan badanku. Hari ini dengan langkah pasti aku berjalan kaki menuju rumah pak Sigit yang letaknya tak seberapa jauh dari rumahku.

Kakiku berhenti pada rumah kecil namun asri. Di sekelilingnya banyak tumbuh bunga dan rumput yang hijau. Tanpa sadar dari dalam rumah ada orang yang memperhatikanku dan membukakan pintu untukku. Dari balik pintu kulihat senyum ramah Bu Asih, istri Pak Sigit.

“Eh .. Marni mari masuk jangan berdiri disitu..!”

Tangannya menggandengku masuk ke dalam rumah.

“Mari silahkan duduk. Tumben pagi-pagi sudah ke rumah Ibu. Apa ada yang bisa Ibu bantu?”

Sambil tersenyum ia menatapku.

“Ii .. iy .. yaa .. Bu. Saya ke sini mau menemui Pak Sigit. Apa Pak Sigitnya ada Bu..?”

Tergagap aku menjawab pertanyaan Bu Asih.

“Oh .. Pak Sigit iya ada di belakang. Biar saya panggilkan sebentar..!”

Bu Sigit beranjak dari tempat duduknya, menuju ke dalam rumah.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki memasuki ruang tamu. Kulihat Pak Sigit menatapku sambil mengernyitkan keningnya dan duduk di depanku.

“Ada apa Marni ..?” tanya Pak Sigit padaku.

“Maaf Pak .. Pagi-pagi sudah mengganggu. Kedatangan saya ke sini ingin menanyakan pada Bapak tentang lowongan kerja menjadi TKW yang Bapak tawarkan kepada saya dua hari yang lalu ..!”

Dengan sopan aku bertanya kepada Pak Sigit.

Sambil tersenyum Pak sigit berkata, ”Apa kamu sudah siap bekerja di luar negeri..? Inget Marni, di sana kamu harus bekerja keras dan siap berpisah dengan keluargamu di sini ..”

“Iya...Pak Insya’ Allah saya siap!”

Dengan pasti aku menjawab pertanyaan Pak Sigit.

“Kalau kamu sudah siap, apa kamu sudah tahu ketentuan atau persyaratan apa saja untuk menjadi seorang TKW..?”

Mendengar perkataan Pak Sigit aku semakin bingung dengan pelan aku menjawab.

”Belum Pak .. Saya sama sekali belum tahu persyaratan untuk menjadi TKW!”

“Begini Marni, selain kamu harus sehat secara fisik, kamu juga harus memenuhi beberapa persyaratan seperti punya KTP asli, Kartu Keluarga, dan surat ijin orangtua, supaya kamu bisa mengurusi paspor dan visanya. Selain itu yang lebih penting kamu harus daftar lewat agen PJTKI yang jelas. Makanya cek dulu PJTKI itu ke Disnaker setempat. Karena hanya PJTKI resmi yang terdaftar di Disnaker. Setelah itu kamu akan dilatih dulu di penampungan PJTKI sebelum berangkat,” jelas Pak Sigit panjang lebar.
“Bagaimana Marni apa kamu sudah mengerti dengan penjelasan saya..?” kembali Pak Sigit bertanya padaku.

Sambil tersenyum, aku menjawab, ”Iya..Pak. Sedikit banyak saya mulai mengerti tentang persyaratan apa saja yang harus dipenuhi sebelum menjadi TKW.”

“Pengetahuan dasar seperti itu memang harus diketahui, oleh para calon TKW. Bagaimana? Kapan kamu akan mendaftarkan diri menjadi TKW?” tanya Pak Sigit kepadaku.
“Secepatnya Pak .. Tapi saya masih sedikit bingung ke mana saya pertama kali harus berangkat ..?”

“Kamu tidak perlu bingung kebetulan saya punya kenalan yang bekerja menjadi petugas di PJTKI. Kalau kamu mau saya bersedia mengantarmu kapan saja asal saya tidak sibuk.”
“Dengan senang hati, saya terima bantuan Bapak.”

Marni mengangguk senang mendengar tawaran Pak Sigit.

“Kalau begitu, saya pamit mau pulang dulu ingin membicarakan hal ini sama ibu.”

“Ya... silahkan kamu merundingkan dengan ibumu. Kalau ada kabar segera hubungi saya.”

“Baik Pak .. Secepatnya saya akan menghubungi Bapak. Terimakasih atas penjelasannya. Sampaikan salam saya pada Bu Asih Pak..!”

Sambil beranjak dari tempat duduk Marni menjabat tangan Pak Sigit.

Dengan langkah ringan Marni bergegas pulang kerumahnya.

Sepulang Ibunya berjualan di pasar, Marni menceritakan kembali apa saja yang sudah dijelaskan oleh Pak Sigit kepada Ibunya.

Ibunya hanya bisa mendengarkan dan mendukung apa yang akan dilakukan oleh Marni.
Seminggu kemudian setelah memperoleh ijin dari keluarganya dan berbekal uang seadanya, Marni pergi ke kota diantar oleh Pak Sigit menuju tempat penampungan PJTKI. Di sana Marni dan teman-teman yang lain mendapat pelatihan, mulai dari pelajaran bahasa Taiwan, Hongkong, Inggris, dll. Juga diajari cara memasak dengan menggunakan kompor gas, rice cooker, mesin cuci, dan peralatan modern yang lain.

Empat bulan kemudian, Marni lulus pelatihan dan diberangkatkan ke Taiwan sebagai pembantu rumah tangga.

Usaha dan kerja keras Marni membuahkan hasil. Di sana ia bekerja pada sebuah keluarga seorang pengusaha yang dermawan. Sehingga setiap bulannya Marni mampu mengirim uang untuk Ibu dan Menur adiknya. Selain itu Marni juga menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabung sebagai modal membuka usaha di desanya.

Marni bersyukur karena telah mendapat informasi yang jelas, dan mendaftarkan diri pada PJTKI yang legal tidak melalui calo. Sehingga Ia tidak harus mengalami nasib na’as seperti teman-temannya yang lain, seperti disiksa oleh majikannya, digaji di bawah standar, bahkan sampai ada yang diperjualbelikan sebagai pekerja seks komersial, dll.

Dengan kegigihan dan keuletan, Marni berhasil menjalani lika-liku kehidupannya. Dan kini jalan terang menuju masa depan yang cerah sudah terbentang di hadapannya. Sudah dua tahun Marni bekerja di Taiwan. Lebaran tahun depan ia berniat pulang untuk menjenguk keluarganya di desa.

Technorati Profile

No comments:

LAPORAN
MEDIA MASSA!